Salah satu ekspresi para trader ketika melihat saham tertentu ialah ARA atau ARB. Lalu apa arti ARA dan ARB saham?
Untuk trader atau investor saham yang sudah lama dan berpengalaman dalam aktivitas trading atau investasi saham, ARA atau ARB ialah istilah yang sering diucapkan dan diketahui apa artinya.
Akan tetapi untuk investor pemula, ARA dan ARB ialah istilah yang belum familiar. Berikut ialah penjelasan dari istilah ARA dan ARB yang gampang untuk dimengerti.
Artikel ini bersumber dari : https://bigalpha.id/news/apa-itu-ara-dan-arb-saham
ARA
Harga saham sangat fluktuatif, bisa bergerak naik, turun atau stagnan dalam suatu hari perdagangan saham. Jika harga saham naik, lalu apakah teradapat batas kenaikannya dalam jangka perdagangan suatu hari? Dan apakah harga saham tersebut dapat naik sampai tidak terbatas dalam suatu hari?
Tentu saja bisa, untuk kenaikan harga saham dalam suatu hari ada batasnya. Nah, batas itulah yang disebut dengan istilah ARA. ARA ialah kependekan dari Auto Reject Atas atau batas atas pergerakan harga saham dalam suatu hari.
Jumlah batas itulah yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Sistem ARA ini sudah diatur dalam Jakarta Automated Trading System (JATS) NEXT-G. Dibawah ini ialah ketentuan ARA sesuai dengan Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00023/BEI/03-2020:
Untuk contoh, harga pasar saham BRIS (PT BRI Syariah Tbk) pada 13 Oktober 2020 ditutup pada level Rp1.125. Setelah itu, saham ini dapat naik sampai Rp1.405 saat dibuka pada esok hari tanggal 14 Oktober 2020 atau meningkat 24,89%. Batas ARA nya ialah 25% arena saham BRIS berada di rentang Rp200 s/d Rp5.000.
Ukuran batas atas itu dapat lebih besar 2x lipat khusus untuk saham yang baru pertama kali diperdagangkan di pasar BEI atau untuk perdagangan hari pertama. Seperti yang telah diketahui, umumnya saham yang baru IPO (penawaran umum perdana) “meroket” berkali lipat untuk hari pertama perdagangannya.
Selain saham IPO, saham yang dapat naik sampai menyentuh batas ARA ialah saham yang terkena sentimen tertentu, seperti contohnya aksi korporasi yang merger atau akuisisi. Sebuah saham dapat ARA dalam waktu satu hari perdagangan, dan bisa juga ARA lagi pada esok harinya.
Untuk saham yang ARA biasanya bukan saham yang memiliki kapitalisasi pasar besar (big caps) namun saham yang memiliki kapitalisasi pasar menengah sampai kecil.
ARA akan membuat investasi saham tampak seperti instrumen yang dapat menghasilkan keuntungan secara instan. Walau demikian, harus diingat, ARA tidak bisa diperkirakan oleh para trader. Oleh karena itu, investor harus mengingat risiko yang ada dalam melakukan investasi saham.
ARB
ARB ialah kebalikan ARA. ARB merupakan kependekan dari Auto Reject Bawah atau batas maksimal penurunan harga saham. Dengan nama lainnya, ARB ialah batas bawah suatu harga saham dapat turun. Persentase ARB dulu sama seperti ARA.
Akan tetapi, koreksi pasar saham secara besar-besaran karena pandemi saat awal virus corona menyerang pada bulan Maret 2020 membuat manajemen BEI mengubah peraturan ARB menjadi 10% dari sebelumnya sebesar 20%-35%. ARB sebesar 10% ternyata tidak cukup dan BEI kembali mengubah batas ARB menjadi 7%.
Dalam beberapa hari di bulan Maret tahun 2020, banyak saham yang mengalami ARB. Saham-saham yang mengalami ARB ini bukan hanya saham lapisan kedua atau ketiga, tapi juga saham-saham yang masuk dalam indeks LQ-45 yang juga dikenal memiliki saham dengan fundamental perusahaan yang bagus.
Dibawah ibi ialah ketentuan ARB sesuai sesuai dengan Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00023/BEI/03-2020:
“Update: Sampai awal 2021, BEI belum mengubah kebijakan ARB tersebut dengan persentase yang sama seperti ARA. Dengan kata lain, batas penurunan harga saham masih sebesar 7%.”
Untuk harga saham dapat terus turun dengan batas sebesar Rp50. Akan tetapi, harga saham ini tidak bisa turun lagi sampai di bawah Rp50. Saat ini banyak saham yang terkapar pada level Rp50. Banyak juga para investor saham yang kesulitan menjual saham yang “stuck” pada harga Rp50.
Baca Juga : Arti Scalper Saham