Dulu ketika saya kecil hampir setiap rumah selalu ada yang sedang menyirih. Kegiatan nyirih ini biasanya dilakukan oleh wanita yang telah berumur saat waktu senggang atau ketika sedang berkumpul.
Saat ini tradisi nyirih cuma tersisa pada masyarakat tradisional yang sangat minim bersinggungan dengan arus modernitas yang sangat gencar.
Walaupun saat ini tradisi mengunyah sirih hanya fenomena kecil yang ada di tengah-tengah masyarakat, bagi merekan yang pernah mengunjungi berbagai pelosok terpencil dari Sumatra, Sulawesi, sampai Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur hingga Papua maka bisa dipastikan mudah untuk menemui kegiatan nyirih ini.
Banyak nama untuk nyirih dan asal-usulnya
Budaya mengunyah sirih ini mempunyai banyak nama atau sebutan dalam bahasa daerah, diantaranya ialah “nyirih”, “nginang”, “bersugi”, “bersisik”, “menyepah”, atau “nyusur”, setidaknya sampai saat ini masih terlihat banyak dilakukan oleh generasi tua, baik laki-laki dan perempuan di banyak daerah.
Terkait: Oleh-Oleh Snack di Jepang Yang Wajib Kamu Beli
Belum jelas bagaimana asal-usul nyirih secara pasti. Tradisi mengunyah sirih dan pinang telah ada sejak zaman neolitikum, yaitu Sekitar 3.000 tahun yang lalu, hal itu telah menjadi kebiasaan masyarakat di Asia Tenggara pada umumnya.
Banyak juga yang berpendapat bila tradisi itu berasal dari India. Akan tetapai, pandangan lain menyebutkan, tradisi ini juga mungkin saja berasal dari kepulauan Nusantara. Ini berdasar pada asumsi buah pinang dan daun sirih diduga kuat merupakan ialah tanaman endemik di banyak pulau di Indonesia.
Apa saja bahan-bahan untuk menyirih?
Untuk menyirih, diperlukan beberapa bahan-bahan seperti: daun sirih, pinang, gambir, tembakau, kapur, dan cengkih. Ke semua bahan tersebut bisa diracik semua kemudian dikunyah, atau bisa memasukkan semua bahan nyirih ke dalam sebuah lesung kecil untuk ditumbuk dan dikunyah.
Kegiatan nyirih ini dipercaya berguna untuk menguatkan gigi dan menghilangkan bau mulut yang mengganggu. dilakukan dengan mengunyah sirih dan bahan lainnya hingga membuat mulut berwarna oranye kemerahan yang dianggap bagus untuk menguatkan gigi.
Pada sekitar tahun 90an masih banyak pedagang di pasar tradisional yang menjual bahan-bahan untuk menyirih dan dengan mudah bisa ditemukan. Biasanya bahan-bahan untuk menyirih ini dijual oleh penjual yang menjual bunga untuk ziarah atau sajen, tembako untuk rokok dan air mawar. Saat ini bisa dipastikan jika sudah sulit untuk menemukan penjual yang menjual bahan untuk menyirih.
Seiring dengan kemajuan jaman, maka banyak tradisi unik Indonesia yang ditinggalkan. Selain karena tidak lagi relevan, kebanyakan tradisi tersebut ditinggalkan karena sudah tidak ada lagi yang ingin meneruskannya.